Selasa, 30 Oktober 2012

PSIKOLOG

BAB I PENDAHULUAN Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia bersifat primer dan fundamental.Keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orangtuanya.Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional sosial dan intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan sehat jiwanya. Dalam perkembangan jiwa terdapat periode-periode kritik yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan harmonis maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukkan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri kepribadian yang terganggu bahkan menjadi gagal sama sekali dalam tugas sebagai makhluk sosial untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk dirisendiri maupun untuk orang di lingkungannya. Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil di dalam masyarakat tetapi menepati kedudukan yang primer dan fundamental, oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya. Keluarga yang gagal memberi cinta kasih dan perhatian akan meupuk kebencian, rasa tidak aman dan tindak kekerasan kepada anak-anaknya. Demikian pula jika keluarga tidak dapat menciptakan suasana pendidikan, maka hal ini akan menyebabkan anak-anak terperosok atau tersesat jalannya. Dalam makalah ini penulis menyajikan mengenai pengaruh keluarga terhadap kenakalan remaja dan beberapa penanggulangannya. BAB II PEMBAHASAN A. PERANAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK. Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu secara ideal tidak terpisah tetapi bahu membahu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Tiap eksponen mempunyai fungsi tertentu. Dalam mencapai tujuan keluarga tergantung dari kesediaan individu menolong mencapai tujuan bersama dan bila tercapai maka semua anggota mengenyam " Apakah peranan masing-masing " A. Peranan ayah: 1. Sumber kekuasaan, dasar identifikasi. 2. Penghubung dengan dunia luar. 3. Pelindung terhadap ancaman dari luar. 4. Pendidik segi rasional. B. Peranan Ibu : 1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang. 2. Tempat mencurahkan isi hati. 3. Pengatur kehidupan rumah tangga. 4. Pembimbing kehidupan rumah tangga. 5. Pendidik segi emosional. 6. Penyimpan tradisi. C. Peranan anak laki-laki dan wanita. Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya. Dasar pemikiran dan pertimbangannya adalah sebagai berikut : a. Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki arti dan fungsi yang vital bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan tujuan hidupnya. b. Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya. Tanpa sentuhan manusiawi itu anak akan merasa terancam dan penuh rasa takut. c. Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam keluargalah dia mengalami pertama-tama mengalami hubungan dengan manusia dan memperoleh representasi dari dunia sekelilingnya. Pengalaman hubungan dengan keluarga semakin diperkuat dalam proses pertumbuhan sehingga melalui pengalaman makin mengakrabkan seorang anak dengan lingkungan keluarga. Keluarga menjadi dunia dalam batin anak dan keluarga bukan menjadi suatu realitas diluar seorang anak akan tetapi menjadi bagian kehidupan pribadinya sendiri. Anak akan menemukan arti dan fungsinya. d. Dalam keluarga seorang dipertalikan dengan hubungan batin yang satu dengan lainnya. Hubungan itu tidak tergantikan Arti seorang ibu tidak dapat dengan tiba-tiba digantikan dengan orang lain. e. Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali, mempelajari dan menghayati nilai-nilai f. kemanusiaan, religiusitas, norma-norma dan sebagainya. Nilai-nilai luhur tersebut dibutuhkan sesuai dengan martabat kemanusiaannya dalam penyempumaan diri. g. Pengenalan didalam keluarga memungkinkan seorang anak untuk mengenal dunia sekelilingnya jauh lebih baik. Hubungan diluar keluarga dimungkinkan efektifitasnya karena pengalamannya dalam keluarga. h. Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup bermasyarakat dan bernegara agar mampu berdedikasi dalam tugas dan kewajiban dan tanggung jawabnya sehingga keluarga menjadi tempat pembentukan otonom diri yang memiliki prinsip-prinsip kehidupan tanpa mudah dibelokkan oleh arus godaan. i. Keluarga menjadi fungsi terpercaya untuk saling membagikan beban masalah, mendiskusikan pokok-pokok masalah, mematangkan segi emosional, mendapatkan dukungan spritual dan sebagainya. j. Dalarn keluarga dapat terealisasi makna kebersamaan, solidaritas, cinta kasih, pengertian, rasa hormat menghormati clan rasa merniliki. k. Keluarga menjadi pengayoman dalam beristirahat, berekreasi, menyalurkan kreatifitas dan sebagainya. Pengalaman dalam interaksi sosial pada keluarga akan turut menentukan pola tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan diluar keluarganya. Bila interksi sosial didalarn kelompok karena beberapa sebab tidak lancar kemungkinan besar interaksi sosialnya dengan masyarakat pada umumnya juga akan berlangsung dengan tidak wajar. Keluarga mempunyai peranan dalam proses sosialisasi dernikian pentingnya l. peranan keluarga maka disebutkan bahwa kondisi yang menyebabkan peran keluarga dalam proses sosialisasi anak adalah sebagai berikut 1. Keluarga merupakan kelompok terkecil yang anggotanya berinteraksi to face secara tetap, dalam kelompok demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan sesama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi. 2. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena anak merupakan cinta kasih hubungan suami istri. Motivasi yang kuat melahirkan hubungan emosional antara orangtua dan anak. 3. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap maka orangtua memainkan peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak. B. PENGERTIAN KENAKALAN ANAK/ REMAJA Kenakalan remaja merupakan perbuatan pelanggaran norma-norma baik norma hukum maupun norma sosial. Menurut Paul Moedikdo,SH kenakalan remaja adalah : 1. Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak merupakan kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya dan sebagainya. 2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan keonaran dalam masyarakat. 3. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial. Adapun gejala-gejala yang dapat memperlihatkan hal-hal yang mengarah kepada kenakalan remaja :  Anak-anak yang tidak disukai oleh teman-temannya sehingga anak tersebut menyendiri. Anak yang demikian akan dapat menyebabkan kegoncangan emosi.  Anak-anak yang sering menghindarkan diri dari tanggung jawab di rumah atau disekolah. Menghindarkan diri dari tanggung jawab biasanya karena anak tidak Menyukai pekerjaan yang ditugaskan pada mereka sehingga mereka menjauhkan diri dari padanya dan mencari kesibukan-kesibukan lain yang tidak terbimbing.  Anak-anak yang sering mengeluh dalam arti bahwa mereka mengalami masalah yang oleh dia sendiri tidak sanggup mencari permasalahannya. Anak seperti ini sering terbawa kepada kegoncangan emosi.  Anak-anak yang mengalami phobia dan gelisah dalam melewati batas yang berbeda dengan ketakutan anal-anak normal.  Anak-anak yang suka berbohong.  Anak-anak yang suka menyakiti atau mengganggu teman-temannya di sekolah atau di rumah.  Anak-anak yang menyangka bahwa semua guru mereka bersikap tidak baik terhadap mereka dan sengaja menghambat mereka.  Anak-anak yang tidak sanggup memusatkan perhatian. C. PENGARUH KELUARGA TERHADAP KENAKALAN ANAK Pengaruh keluarga dalam kenakalan remaja adalah : A. Keluarga yang Broken Home Masa remaja adalah masa yang diamana seorang sedang mengalami saat kritis sebab ia mau menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut. Sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan pegangan yang memadai dan pedoman hidupnya. Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan sebaginya. masalah keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan dunia keakraban dan diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian yang vital dari kehidupannya. Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain:  Orang tua yang bercerai Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang telah terbina bersama telah goyah dan tidak mampu menompang keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan demikian hubungan suami istri antara suami istri tersebut makin lama makin renggang, masing-masing atau salah satu membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu menunjukan situas keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar dan menjauh ke dalam dunianya sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.  Kebudayaan bisu dalam keluarga Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi yang perjumpaan yang sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat penting. Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil belum kedudukannya dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.  Perang dingin dalam keluarga Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu. Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat dan mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan kehendaknya sendiri. Suasana perang dingin dapat menimbulkan : 1. Rasa takut dan cemas pada anak-anak. 2. Anak-anak menjadi tidak betah dirumah sebab merasa tertekan dan bingung serta tegang. 3. Anak-anak menjadi tertutup dan tidak dapat mendiskusikan problem yang dialami. 4. Semangat belajar dan konsentrasi mereka menjadi lemah. 5. Anak-anak berusaha mencari kompensasi semu. B. Pendidikan yang salah a. Sikap memanjakan anak Keluarga mempunyai peranan di dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi seorang anak. Sebab keluarga merupakan lingkungan pertama dari tempat kehadirannya dan mempunyai fungsi untuk menerima, merawat dan mendidik seorang anak. Jelaslah keluarga menjadi tempat pendidikan pertama yang dibutuhkan seorang anak. Dan cara bagaimana pendidikan itu diberikan akan menentukan. Sebab pendidikan itu pula pada prinsipnya adalah untuk meletakkan dasar dan arah bagi seorang anak. Pendidikan yang baik akan mengembangkan kedewasaan pribadi anak tersebut. Anak itu menjadi seorang yang mandiri, penuh tangung jawab terhadap tugas dan kewajibannya, menghormati sesama manusia dan hidup sesuai martabat dan citranya. Sebaliknya pendidikan yang salah dapat membawa akibat yang tidak baik bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu pendidikan yang salah adalah memanjakan anak. Beberapa faktor yang menyebabkan orang tua memanjakan anaknya yaitu : a. Orang tua anak tersebut dimanjakan oleh orang tuanya pula sehingga pengalaman itu diwariskan kepada anaknya. b. Orang tua mempunyai konsep kebahagiaan yang kurang tepat. Misalnya kebahagiaan diidentik dengan menyenangkan hati anak-anaknya dengan menuruti semua permintaan mereka dengan memberi barang-barang lux, uang. c. Sikap memanjakan dapat disebabkan juga karena orang tua dahulu mempunyai pengalaman hidup yang pahit dan miskin sehingga mereka ingin menghindari anak-anak mereka dari situasi yang serba sulit. d. Orang tua yang banyak kegiatan dan bisnis sehingga tidak mempunyai waktu senggang yang cukup bagi anak-anaknya. Kegiatan overaktif ini dapat menimbulkan rasa bersalah bagi orang tua tersebut sehingga mereka menuruti semua permintaan atau memberikan barang-barang berharga sebagai substitusi kasih sayang mereka. e. Kecendrungan orang tua yang kadang-kadang membedakan anak-anak mereka. Sikap membedakan biasanya dilatarbelakangi oleh factor pandangan/ kebudayaan tertentu misalnya rasa bangga terhadap anak laki-laki. Keadilan orang tua yang tidak merata terhadap anak dapat berupa perbedaan dalam pemberian fasilitas terhadap anak maupun perbedaan kasih sayang. Bagi anak yang merasa diperlakukan tidak adil dapat menyebabkan kekecewaan anak pada orang taunya dan akan merasa iri hati dengan saudara kandungnya. Dalam hubungan ini biasanya anak melakukan protes terhadap orang tuanya yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kenakalan. Berbagai cara orang tua dalam mendidik anak yang menggunakan otoriter dan adapula yang menggunakan demokrasi. Dalam satu keluarga bisa terjadi perbedaan dalam cara mendidik anak misalnya anak yang satu dididik secara otoriter dan yang lainnya secara demokratis. Sikap otoriter yaitu yang menetukan segala-galanya mengenai apa yang harus dilakukan oleh seorang anak setiap kali anak hanya boleh melakukan satu jenis perbuatan saja, bersifat personal dalam memberikan pujian dan celaan dan dalam memberikan bimbingan itu orang tua bersifat pasif, tidak turut secara aktif. Anak–anak yang orang tuanya otoriter banyak menunjukkan ciri-ciri pasif (sikap menunggu) dan menyerahkan segala kepada orang lain. Disamping rasa kecemasan dan mudah putus asa dalam jiwa anak. Sikap yang demokratis adalah memberikan kebebasan terlalu besar kepada anak dalam batas-batas tertentu; secara aktif orang tua ikut serta dalam memberikan pekerjaan, lebih bersifat objektif dalam memberikan pujian dan celaan. b. Anak tidak diberikan pendidikan agama Hal ini dapat terjadi bila orang tua tidak meberikan pendidikan agama atau mencarikan guru agama di rumah atau orang tua mau memberikan pendidikan agama dan mencarikan guru agama tetapi anak tidak mau mengikuti. Bagi anak yang tidak dapat/mengikuti pendidikan agama akan cenderung untuk tidak mematuhi ajaran-ajaran agama. Seseorang yang tidak patuh pada ajaran agama mudah terjerumus pada perbuatan keji dan mungkar jika ada faktor yang mempengaruhi seperti perbuatan kenakalan remaja. C. Anak yang ditolak Penolakan anak biasanya dilakukan oleh suami istri yang kurang dewasa secara psikis. Misalkan mereka mengharapkan lahirnya anak laki-laki tetapi memperoleh anak perempuan. Sering pula disebabkan oleh rasa tidak senang dengan anak pungut atau anak dari saudara yang menumpang di rumah mereka. Faktor lain karena anaknya lahir dengan keadaan cacat sehingga dihinggapi rasa malu. Anak-anak yang ditolak akan merasa diabaikan, terhina dan malu sehingga mereka mudah sekali mengembangkan pola penyesalan, kebencian, dan agresif. D. PENGENDALIAN TERHADAP KENAKALAN ANAK Dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang tua hendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu: 1. Sikap/cara yang bersifat preventif Yaitu perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan untuk menjauhkan si anak daripada perbuatan buruk atau dari lingkungan pergaulan yang buruk. Dalam hat sikap yang bersifat preventif, pihak orang tua dapat memberikan/mengadakan tindakan sebagai berikut : a) Menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak. b) Memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu. c) Pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak. d) Menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intimdalam satu Ikatan keluarga. Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari keluarga merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula: a) Pendidikan agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna. b) Penyaluran bakat si anak ke arab pekerjaan yang berguna dan produktif. c) Rekreasi yang sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak. d) Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak sebaik-baiknya. 2. Sikap/cara yang bersifat represif Yaitu pihak orang tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kenakalan anak seperti menjadi anggota badan kesejahteraan keluarga dan anak, ikut serta dalam diskusi yang khusus mengenai masalah kesejahteraan anak-anak. Selain itu pihak orang tua terhadap anak yang bersangkutan dalam perkara kenakalan hendaknya mengambil sikap sebagai berikut : a) Mengadakan introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya sehingga menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan. b) Memahami sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan yang menimpa anaknya. c) Meminta bantuan para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam mengawasi perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu d) Membuat catatan perkembangan pribadi anak sehari-hari. BAB III PENUTUP Jelaslah bahwa kenakalan remaja sangat dipengaruhi oleh keluarga walaupun faktor lingkungan juga sangat berpengaruh. Faktor keluarga sangatlah penting karena merupakan lingkungan pertama, lingkungan primer. Apabila lingkungan keluarga tidak harmonis yaitu menglami hal-hal yang telah disebutkan diatas seperti keluarga broken home yang disebabkan perceraian, kebudayaan bisu, dan perang dingin serta kesalahan pendidikan akan berpengaruh kepada anak yang dapat menimbulkan kenakalan remaja. Bagaimanapun kenakalan remaja harus dilakukan pengendalian karena apabila berkelanjutan akan menyebabkan kerusakan pada kehidupannya pada masa yang akan datang. Selain dari pihak keluarga pengendalian kenakalan remaja juga harus dilakukan dari lingkungan remaja tersebut PENGARUH KELUARGA TERHADAP KENAKALAN ANAK Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ta’lim Muta’alim Dosen pengampu : Drs. H. Mashudi,S.PdI. Oleh Nurwachid 2005.4.075.0017.1.00126 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF MAGETAN 2008

FPI

Kata Pengantar Dalam sejarah panjang pemikiran Islam, ada banyak “kata” yang seringkali dianggap saling berbenturan dan membentuk sebuah efek paradoksal. “Kata” itu bisa saja mewakili sebuah kelompok pemikiran (firqah), seorang tokoh, atau juga sebuah pemikiran tertentu. Diantara deretan “kata-kata” yang saling paradoks itu mungkin tidak salah jika kita menyebut “Ibnu Taimiyah” (sosok tokoh pemikiran penting abad 7 H) dan “Tasawuf” (sebuah aliran pemikiran yang sudah lama berkembang) sebagai salah satu contohnya. Dalam pandangan sebagian kalangan, kedua kata ini –Ibnu Taimiyah dan Tasawuf- dipandang sebagai dua unsur yang tak mungkin bersatu. Ini tentu tidak mengherankan, sebab Ibnu Taimiyah telah lama dianggap sebagai salah satu tokoh yang membenci, memusuhi, dan melontarkan kritik-kritik tajamnya terhadap Tasawuf. Pandangan ini tentu saja semakin menyempurnakan gambaran kekerasan pada tokoh yang satu ini. Sehingga – bagi mereka yang tidak memahami dengan baik- setiap kali mendengarkan kata “Ibnu Taimiyah”, maka opini dan image yang tercipta adalah kekerasan, kekejaman, permusuhan, dan yang semacamnya. Hal-hal itulah diantaranya yang menjadi alasan pemunculan tulisan ini. Pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran “permusuhan” Ibnu Taimiyah dan Tasawuf akan berusaha dijelaskan melalui tulisan ini. Tentu saja dengan merujuk langsung pada karya-karya yang diwariskan oleh Ibnu Taimiyah untuk peradaban manusia. IBNU TAIMIYAH DAN TASAWUF A. Sekilas Tentang Ibnu Taimiyah Dunia Islam di era Ibnu Taimiyah –sebelum dan setelah ia dilahirkan- adalah dunia Islam yang penuh gejolak. Gejolak pemikiran dan juga gejolak politik yang berkepanjangan. Ibnu Taimiyah sendiri dilahirkan tepat lima tahun setelah Baghdad –ibukota Islam- jatuh dan porak-poranda di tangan Bangsa Tartar. Lih. Manhaj Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah, hal. 13-15 Tepat pada hari Senin, 12 Rabi’ al-Awwal tahun 661 H (1263 M), Ibnu Taimiyah dilahirkan di sebuah kota yang terletak antara sungai Dajlah dan Eufrat bernama Harran. Oleh orangtuanya ia diberi nama Ahmad. Dan para ahli sejarah menuliskan nama lengkapnya dengan: Taqiy al-Din Abu al-‘Abbas Ahmad ibn ‘Abd al-Halim ibn ‘Abd al-Salam ibn Abi al-Qasim ibn Muhammad ibn Taimiyah al-Harrany al-Dimasyqy. Lih. Al-Bidayah wa al-Nihayah, 1/104, al-Durar al-Kaminah, 1/144. Tidak lama ia menghabiskan masa kecilnya di kota kecil bernama Harran itu. Ketika usianya memasuki tujuh tahun, ia bersama seluruh keluarganya terpaksa mengungsi ke kota Damaskus karena pasukan Tartar telah memasuki dan akhirnya menguasai Harran. Lingkungan keluarga Ibnu Taimiyah sangat mendukung perkembangannya untuk kelak menjadi seorang ulama dan pemikir Islam besar. Ayahnya, Syihab al-Din ‘Abd al-Halim adalah seorang ahli hadits dan fakih madzhab Hanbaly yang memiliki jadwal mengajar di Mesjid Jami ‘Umawy. Ia juga kemudian menjabat sebagai kepala para ulama (masyikhah) di Dar al-Hadits al-Sukriyah. Sang ayah ini kemudian meninggal saat Ibnu Taimiyah berusia 21 tahun, tepatnya di tahun 682 H. Lih. Al-Bidayah wa al-Nihayah, 13/308, Tadzkirah al-Huffazh, 4/288. Di samping hal itu, ada beberapa faktor lain yang juga dapat disimpulkan sebagai penyebab kecemerlangan pemikiran Ibnu Taimiyah di kemudian hari. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Kekuatan hafalan dan pemahamannya yang luar biasa. Di usia yang masih sangat kecil ia berhasil menyelesaikan hafalan al-Qur’annya. Setelah itu, ia pun mulai belajar menulis dan hisab. Kemudian membaca berbagai kitab tafsir, fikih, hadits dan bahasa secara mendalam. Semua ilmu itu berhasil dikuasainya sebelum ia berusia 20 tahun. 2. Kesiapan pribadinya untuk terus meneliti. Ia dikenal tidak pernah lelah untuk belajar dan meneliti. Dan itu sepanjang hidupnya, bahkan ketika ia harus berada dalam penjara. Mungkin itu pulalah yang menyebabkan ia tidak lagi sempat untuk menikah hingga akhir hayatnya. 3. Kemerdekaan pikirannya yang tidak terikat pada madzhab atau pandangan tertentu. Baginya dalil adalah pegangannya dalam berfatwa. Karena itu ia juga menyerukan terbukanya pintu ijtihad, dan bahwa setiap orang –siapapun ia- dapat diterima atau ditolak pendapatnya kecuali Rasulullah saw. Itulah sebabnya ia menegaskan, “Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa kebenaran itu terbatas dalam madzhab Imam yang empat.”. Lih. Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyah, 2/288, al-Tashawwuf baina al-Ghazaly wa Ibn Taimiyah, 189-190. Ibnu Taimiyah meninggalkan cukup banyak karya yang menunjukkan perhatiannya yang cukup dalam terhadap Tasawuf. Beberapa karyanya dimana ia banyak menyinggung tema-tema sentral yang biasa diangkat para sufi, diantaranya adalah: 1. al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan. 2. al-Tuhfah al-‘Iraqiyyah fi A’mal al-Qulub 3. al-‘Ubudiyyah 4. Darajat al-Yaqin 5. al-Risalah al-Tadmuriyah 6. Risalah fi al-Sama’ wa al-Raqsh 7. Term al-Tashawwuf dan al-Suluk dalam kumpulan fatwanya, Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah. Secara umum, sikap Ibnu Taimiyah yang tertuang dalam karya-karyanya itu terpusat pada upaya meletakkan landasan pandangan Tasawuf yang ia yakini, lalu mengapresiasi apa yang ia sebut dengan “Tasawwuf yang sesuai dengan Syariat” dan mengkritisi apa yang ia sebut sebut sebagai “Tasawuf yang menyimpang”. Dan berikut ini akan diuraikan pokok-pokok pandangannya terhadap Tasawuf. B. Pengertian ‘Tasawuf’ Menurut Ibnu Taimiyah Sebagaimana diketahui, bahwa para peneliti tentang Tasawuf memiliki pandangan yang berbeda tentang asal kata yang membentuk frase Tasawuf itu. Berbagai pertanyaan pun lahir dari masalah ini; apakah “sufi” adalah kata asli bahasa Arab atau kata asing yang ‘diarabkan’? Jika ia adalah kata asing, dari bahasa manakah ia berasal? Jika ia adalah kata asli bahasa Arab, apakah ia kata yang jamid atau musytaq? Lih. al-Ta’arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, hal. 25, al-Luma’, hal. 26, Al-Tashawwuf baina al-Ghazaly wa Ibn Taimiyah, hal. 200. Perdebatan seputar asal pembentukan “Tasawuf” atau “sufi” ini juga diulas oleh Ibnu Taimiyah. Dalam ulasannya, ia menguraikan semua pandangan yang ada dalam masalah ini, mendiskusikannya lalu kemudian menyampaikan pandangannya sendiri yang disertai dengan dalil dan argumentasinya. Dari semua pendapat yang ada, umumnya kritik yang dilontarkan oleh Ibnu Taimiyah berkaitan dengan kaidah kebahasaan dalam penisbatan sebuah kata untuk kemudian menjadi “sufi”. Meski terkadang kritiknya juga terkait dengan wawasannya tentang sejarah. Salah satu contohnya adalah ketika ia mengkritik pendapat yang mengatakan bahwa “sufi” adalah penisbatan kepada Ahl al-Shuffah. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Penisbatan (sufi) kepada ‘al-Shuffah’adalah sebuah kekeliruan. Sebab jika (‘sufi’ adalah penisbatan kepada ‘al-Shuffah’), maka seharusnya menjadi ‘shuffy’ صفي , dan bukan ‘sufi’ . صوفي Majmu’ Fatawa, 11/60 tema al-Tashawwuf, al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, hal. 16. Di samping itu, ia juga menafikan –berdasarkan fakta sejarah- pendapat ini dengan menyatakan bahwa Shuffah yang terletak di bagian selatan Mesjid Rasulullah saw kala itu bukanlah tempat yang khusus dihuni oleh kelompok tertentu. Tempat itu sepenuhnya untuk orang-orang yang datang ke Madinah sementara mereka tidak mempunyai keluarga atau rumah di Madinah. Kaum muslimin yang berasal dari luar Madinah jika berkunjung ke kota itu dapat menginap di mana saja, dan Shuffah menjadi alternatif terakhir bila mereka tidak menemukan tempat bernaung. Karena itu –menurut Ibnu Taimiyah- penghuni Shuffah selalu berganti. Terkadang jumlahnya banyak, tapi pada kali yang lain menjadi sedikit. Karakternya pun berbeda-beda; ada yang ahli ibadah dan ilmu, namun ada pula yang tidak demikian. Bahkan, diantara mereka kemudian ada yang murtad dan diperangi oleh Nabi saw. Karena itu, tidak ada alasan untuk menisbatkan “sufi” kepada Ahl al-Shuffah. Lih. al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, hal. 36-37. Pada akhirnya, Ibnu Taimiyah lebih menguatkan pandangan yang menyatakan bahwa “sufi” adalah sebuah penisbatan pada pakaian shuf ( صوف )bulu domba. Di samping karena alasan kaidah kebahasaan, dari segi fakta, para sufi dan zuhhad juga banyak mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba. Lih. al-Tashawwuf, hal. 29. al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, hal. 36. Lihat juga Falsafat dan Mistisme dalam Islam, hal. 48. Namun, Ibnu Taimiyah memberikan catatan penting yang patut direnungkan. Ia mengingatkan bahwa mengenakan model pakaian tertentu (seperti yang terbuat dari bulu domba) sama sekali tidak dapat dijadikan sebagai tanda atau bukti kewalian seseorang. Ia mengatakan, “Para wali Allah sama sekali tidak memiliki ciri yang menjadi kekhasan mereka secara lahiriah dari hal-hal yang mubah. Mereka tidak menjadi beda dengan mengenakan model pakaian tertentu lalu meninggalkan model yang lain, selama keduanya adalah perkara yang mubah.” Ibid., hal. 69 Hal ini mengantarkan pada kesimpulan lain bahwa dalam hal ini, Ibnu Taimiyah lebih mementingkan ‘isi’ dan ‘kandungan’ yang sesungguhnya daripada harus mementingkan penampilan lahiriah. Itulah sebabnya, dalam mengulas tentang Tasawuf, ia tidak terpaku pada istilah ini secara baku. Ia juga menggunakan istilah “al-Fuqara’” (kaum fakir), “al-Zuhhad” (kaum pelaku kezuhudan), “al-Salikin” (para penempuh jalan menuju Allah), “Ashab al-Qalb” (pemerhati dan pemilik hati), “Arbab al-Ahwal” (para penempuh ahwal), “Ashab al-Shufiyah” (pelaku jalan sufi), atau Ashab al-Tashawwuf al-Masyru’ (pelaku Tasawuf yang disyariatkan); semuanya untuk menunjukkan satu makna, yaitu para penempuh jalan ruhani dalam Islam. Lih. Majmu’ al-Fatawa, tema al-Suluk, 10/368. Sebagaimana ia juga menegaskan bahwa jalan ruhani ini samasekali tidak menjadi monopoli kelompok tertentu. Para ulama, qurra’ dan yang lainnya pun dapat dikategorikan sebagai para penempuh jalan ini, sebab –baginya- Islam adalah sebuah keutuhan antara zhahir dan bathin, jiwa dan raga. Lih. al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, hal. 58. C. Sejarah Pemunculan Tasawuf Seperti pembahasan sebelumnya, para peneliti Tasawuf juga memiliki pandangan yang berbeda seputar awal sejarah pemunculan Tasawuf. Sebagian peneliti bahkan mengatakan istilah “sufi” telah ada di masa jahiliyyah. Ibnu Taimiyah sendiri menyimpulkan bahwa istilah ini baru muncul pada awal-awal abad 2 H. Akan tetapi penggunaannya baru terkenal setelah abad 3 H. Ia mengatakan, “Awal mula munculnya Sufiyah adalah dari Bashrah, dan yang pertama kali membangun rumah kecil untuk kaum sufi adalah beberapa orang pengikut Abd al-Wahid bin Zaid. Abd al-Wahid bin Zaid ini adalah salah satu murid dari al-Hasan al-Bashri. Saat itu perhatian pada kezuhudan, ibadah, khauf, dan yang semacamnya di Bashrah sangat berlebihan melebihi kota-kota lain. Itulah sebabnya muncul pameo: ‘fikihnya fikih Kufah, tapi ibadahnya ibadah Bashrah’.” Lih. Ithaf al-Sadat al-Muttaqin, 9/255. D. Pembagian Sufi Menurut Ibnu Taimiyah Menurut Ibnu Taimiyah, para sufi itu dapat dibagi menjadi 3 golongan: 1. sufi yang hakiki (shufiyyah al-haqa’iq) 2. sufi yang hanya mengharapkan rezki (shufiyyah al-arzaq) 3. sufi yang hanya mementingkan penampilan (shufiyyah al-rasm) Sufi yang hakiki menurutnya adalah mereka yang berkonsentrasi untuk ibadah menjalani kezuhudan di dunia. Mereka adalah orang-orang yang memandang bahwa seorang sufi adalah “orang yang bersih (hatinya) dari kotoran, dipenuhi dengan tafakur, dan yang menjadi sama baginya nilai emas dan batu.” Majmu’ al-Fatawa, tema al-Tashawwuf, 11/19. Menurut Ibnu Taimiyah, seorang sufi yang hakiki haruslah memenuhi 3 syarat berikut: 1. Ia harus mampu melakukan “keseimbangan syar’i”. Yaitu dengan menunaikan yang fardhu dan meninggalkan yang diharamkan. Dengan kata lain, seorang sufi yang hakiki harus komitmen dengan jalan taqwa. 2. Ia harus menjalani adab-adab penempuh jalan ini. Yaitu mengamalkan adab-adab syar’i dan meninggalkan adab-adab yang bid’ah. Atau dengan kata lain, mengikuti adab-adab al-Qur’an dan sunnah Nabi saw. 3. Bersikap zuhud terhadap dunia dengan meninggalkan hal-hal yang tidak ia butuhkan dan menyebabkannya hidup berlebihan. Adapun shufiyyah al-arzaq (yang hanya mengharapkan rezki) adalah mereka yang bergantung pada harta-harta wakaf yang diberikan kepada mereka. Sedangkan shufiyyah al-rasm adalah sekumpulan orang yang merasa cukup dengan menisbatkan diri kepada sufi. Bagi mereka yang penting adalah penampilan dan perilaku lahiriah saja, tidak hakikatnya. Menurut Ibnu Taimiyah, mereka ini sama dengan orang yang merasa cukup berpenampilan seperti ulama –hingga menyebabkan orang bodoh menyangka mereka benar-benar ulama, padahal sebenarnya bukan. Lih. Majmu’ al-Fatawa, tema al-Tashawwuf, 11/19-20. Dengan pembagian ini, kita dapat mengatakan bahwa Ibnu Taimiyah telah mencermati perkembangan Tasawuf dari waktu ke waktu. Dalam hal ini, ia seperti menegaskan adanya semacam pergeseran dalam memahami Tasawuf yang sesungguhnya. Itulah sebabnya, -sebagaimana telah disinggung sebelumnya- bagi Ibnu Taimiyah, wali Allah yang hakiki itu tidak memiliki model penampilan khusus yang berbeda dengan kaum muslimin lainnya. Mengapa? Karena –menurutnya- para wali itu sebenarnya tersebar dan ada dalam setiap kelompok dan lapisan masyarakat yang berpegang teguh pada Syariat Allah yang benar dan meninggalkan bid’ah. Mereka ada di tengah para ulama, qurra’, prajurit yang berjihad, atau profesi-profesi lainnya. Para wali itu bergerak menunaikan kewajiban duniawi mereka dengan tidak melepaskan penghambaan mereka kepada Allah Ta’ala. Lih. Al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, hal. 58. Di sisi yang lain, Ibnu Taimiyah juga mengkritik para sufi yang hanya memberikan perhatian terhadap ranah ruhani saja, tanpa memperhatikan ranah lahiri dan sosial. Baginya, ketimpangan yang terjadi pada salah satu dari sisi ruhani dan lahiri akan mengakibatkan munculnya sebuah bid’ah baru. Sebab Islam sesungguhnya menyerukan kesalehan masyarakat manusia yang utuh, zhahir dan bathin. Seorang sufi yang sempurna menurutnya harus mampu menyelaraskan amalan hati dengan amalan duniawi. Ia menyebutnya dengan, “Dunia berkhidmat untuk dien (agama).” Al-Siyasah al-Syar’iyyah, hal. 179. E. Ibnu Taimiyah Memusuhi Tasawuf; Benarkah? Setidaknya ada 2 tuduhan penting terkait dengan pembahasan ini: (1) Ibnu Taimiyah sangat membenci dan memusuhi Tasawuf, dan (2) ia adalah sosok yang “berhati batu”. Benarkah demikian? 1. Pertama, Ibnu Taimiyah memusuhi Tasawuf. Ini semacam opini umum yang berkembang di kalangan para pengkaji Tasawuf, dulu dan sekarang. Da’irah al-Ma’arif al-Islamiyah terma Tasawuf, 5/273. Opini ini sesungguhnya tidak dibangun di atas pijakan yang benar. Ini sepenuhnya hanya didasarkan pada kesimpulan yang salah. Siapa pun yang mendalami karya-karya Ibnu Taimiyah akan mendapati bahwa ia berulang kali memuji para syekh sufi besar yang konsisten dengan al-Qur’an dan al-Sunnah. Tidak hanya itu, ia bahkan menjadikan perkataan-perkataan mereka sebagai penguat prinsip-prinsip yang diyakininya. Lih. Syarh al’Aqidah al-Ishfahaniyah, hal. 128 Lebih dari itu, Ibnu Taimiyah juga telah menulis karya-karya yang secara khusus menjelaskan dan menjabarkan jalan Tasawuf yang ia yakini kebenarannya. Dan itu –seperti telah dijelaskan- dilakukan dengan mengutip pandangan dan perkataan para tokoh sufi generasi awal yang berpegang pada cahaya al-Qur’an, al-Sunnah dan pandangan kaum salaf. Untuk memastikan permusuhan Ibnu Taimiyah terhadap Tasawuf secara mutlak menuntut kita untuk menelaah ide-idenya yang tertuang dalam berbagai karyanya. Untuk mengatakan bahwa ia mendukung semua jenis Tasawuf tentu juga tidaklah tepat. Sebagaimana menyatakan bahwa ia menolak dan memusuhi semua jenis Tasawuf juga tidaklah benar. Dalam hal ini, Ibnu Taimiyah mendukung dan menjalani apa yang disebutnya sebagai Tasawuf Masyru’ (Tasawuf yang disyariatkan). Tasawuf yang mengambil ajaran-ajarannya dari sumber terbersih yang diwariskan oleh Rasulullah saw. Kritik-kritik tajam yang ia lontarkan terhadap ‘ide-ide asing dari Islam’ tidak lebih merupakan upaya kerasnya untuk menjaga kemurnian Tasawuf, agar para sufi dapat menempuh perjalanan mereka menuju Allah dengan tetap berpegang pada Syariat-Nya dan menjaga batasan-batasan-Nya. Apakah Ibnu Taimiyah memusuhi jenis Tasawuf ini? Ia justru menghabiskan hidupnya untuk memperjuangkannya. Lih. Pengantar Syekh Husnain Makhluf terhadap Risalah al-Mustarsyidin, hal. 10. Adapun Tasawuf yang lebih banyak melandaskan ajaran-ajarannya dengan ide-ide asing yang berasal dari luar Islam, seperti Tasawuf Bathiniyah yang banyak dipengaruhi ideologi-ideologi pra Islam, maka Ibnu Taimiyah bukanlah orang pertama yang melontarkan kritikannya. Para pemuka sufi seperti al-Junaid (w. 297 H), al-Hasan al-Bashry, al-Harits al-Muhasiby (w. 243 H), dan yang lainnya juga telah mendahului Ibnu Taimiyah dalam hal itu. 2. Kedua, Ibnu Taimiyah “berhati batu (keras)” Tuduhan ini mungkin disebabkan karena hanya memandang sosok Ibnu Taimiyah dari satu sisi saja dan melupakan sisi-sisi lain kepribadiannya. Harus diakui, bahwa kondisi zamannya yang diliputi pergolakan sedikit banyak mungkin mempengaruhi pribadi Ibnu Taimiyah. Sehingga tidak mengherankan –di tengah kewajiban membela agama dan tanah airnya-, Ibnu Taimiyah kemudian menjelma menjadi sosok “prajurit” yang keras. Dan faktanya memang menunjukkan bahwa Ibnu Taimiyah beberapa kali terlibat dalam peperangan melawan pasukan Mongolia. Akan tetapi hal itu sama sekali tidak mengubah kehalusan pribadinya. Ia tetaplah Ibnu Taimiyah yang merindukan perjumpaan dengan Tuhannya, tidak putus mengingat-Nya meski harus melewati hari-hari panjang dalam penjara, dan selalu tulus memaafkan musuh yang telah melontarkan fitnah dan tuduhan keji terhadapnya. Ia juga tetaplah Ibnu Taimiyah yang menyimpan ketawadhuan, yang ketika tidak memahami suatu masalah, ia pergi ke Mesjid dan membenamkan wajahnya ke lantainya sembari berdoa, “Wahai Dzat Yang mengajari Ibrahim, ajarilah aku!”. Dan siapa pun yang menelaah secara utuh tentangnya melalui karya yang ditinggalkannya, akan menemukan kalimat-kalimat yang membuktikan kedalaman ma’rifatnya kepada Allah dan kecintaannya pada makhluk-Nya. Lih. Al-‘Uqud al-Durriyah, hal. 26, Majmu’ al-Fatawa, 11/75, dan Nasy’at al-Fikr al-Falsafy fi al-Islam, 3/15. PENUTUP Tentu saja tulisan singkat ini belum sepenuhnya sempurna dan utuh dalam menggambarkan serta menguraikan pandangan-pandangan khas Ibnu Taimiyah tentang Tasawuf. Tetapi dari uraian di atas, setidaknya ada titik-titik penting yang dapat disimpulkan seputar hubungan antara Tasawuf dan sosok Ibnu Taimiyah sendiri. Setidaknya dari sini dapat terungkap bahwa kontroversi Ibnu Taimiyah dalam menyikapi Tasawuf yang berkembang di zamannya tidak lebih dari sebuah wujud kegelisahan dan kekhawatirannya jika jalan sufi itu justru tidak mencapai tujuan tertingginya; yaitu mengantarkan seorang hamba menuju Allah Ta’ala. Itulah sebabnya, ia selalu berusaha mengikat pandangan-pandangan Tasawufnya dengan wahyu. Maka tidaklah mengherankan jika ia sering merujuk kepada pandangan-pandangan para syekh sufi generasi awal –yang dalam pandangannya masih teguh menjaga jalan sufi ini tetap dalam bingkai wahyu dan tidak dipengaruhi oleh ide-ide asing-. Demikianlah, dan waLlahu Ta’ala a’la wa a’lam. DAFTAR PUSTAKA 1. Al-Aqidah wa al-Syari’ah fi Al-Islam: Goldziher, Diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab oleh: DR. Muhammad Yusuf Musa, dkk. Dar al-Kutub al-Haditsah, Mesir, Cetakan kedua. Tahun 1959. 2. Al-Bidayah wa al-Nihayah: Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma’arif, Beirut, Cetakan pertama, Tahun 1966. 3. Da’irah al-Ma‘arif al-Islamiyah: Ibrahim Zaki Khurshid, Mathba‘ah al-Sya‘ab, Tahun 1969. 4. Al-Durar al-Kaminah fi A’yan al-Mi’ah al-Tsaminah: Ibnu Hajar al-‘Asqalany, Dar al-Ma‘arif, Cetakan pertama, Tahun 1947. 5. Falsafat dan Mistisme dalam Islam: Harun Nasution, Pustaka Bulan Bintang, Jakarta, Cetakan kesebelas, Agustus 2004. 6. Al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan: Ibnu Taimiyah, Maktabah Shubaih, Cetakan tahun 1378 H/1958 M. 7. Ibnu Taimiyah, Hayatuhu wa ‘Ashruhu: Muhammad Abu Zahrah, Dar al-Fikr al-‘Araby, Tahun 1946. 8. Al-Islam wa al-Tashawwuf: Syaikh Mushtafa ‘Abd al-Raziq, Editor: Zaky Khurshid dan ‘Abd al-Halim Yunus, Mathba’ah al-Sya’b, Kairo, t.t. 9. Jami’ al-Rasa’il: Ibnu Taimiyah, Tahqiq: DR. Muhammad Rasyad Salim, Mathba’ah al-Madany, Cetakan tahun 1389 H/1969 M. 10. Kitab al-Iman: Ibnu Taimiyah, Koreksi: Muhammad Khalil Harras, Dar al-Thiba’ah al-Muhammadiyah, Kairo, t.t. 11. Al-Luma’: Abu Nashr al-Thusy, Dar al-Kutub al-Haditsah, Kairo, Tahun 1971. 12. Majmu’ al-Fatawa: Ibnu Taimiyah, Dikumpulkan oleh Abd al-Rahman bin Muhammad bin Qasim, Mathabi’ al-Riyadh, Cetakan pertama, t.t. 13. Majmu’ah al-Rasa’il al-Kubra: Ibnu Taimiyah, Mathba’ah Ali Shubaih, Tahun 1385 H/ 1966 M. 14. Majmu’ah al-Rasa’il wa al-Masa’il: Ibnu Taimiyah, Darul Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, t.t. 15. Manhaj Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah al-Tajdidy al-Salafy wa Da’watuhu al-Ishlahiyah: DR. Sa’id ‘Abdul ‘Azhim, Dar al-Iman, Alexandria, Cetakan tahun 2004. 16. Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyah: Ibnu Taimiyah, Tahqiq: DR. Muhammad Rasyad Salim, Maktabah al-Riyadh al-Haditsah. t.t. 17. Al-Mu’jam al-Falsafy: DR. ‘Abd al-Mun’im al-Hifny, al-Dar al-Syarqiyah, Kairo, Cetakan pertama, Tahun 1410 H/1990 M. 18. Al-Mu’jizah wa Karamat al-Auliya’: Ibnu Taimiyah, Maktabah al-Syarq al-Jadid, Baghdad, t.t. 19. Mukhtar al-Shihah: Abu Bakr al-Razy, Al-Mathba’ah al-Amiriyyah, Kairo, t.t. 20. Nasy’at al-Fikr al-Falsafy: DR. Ali Samy al-Nasysyar, Dar al-Ma’arif, Cetakan kelima, Tahun 1971. 21. Al-Qamus al-Muhith: Muhammad ibn Ya’qub al-Fairuz Abady, Mua’ssasah al-Risalah, Beirut, Cetakan kedua, Tahun 1987. 22. Al-Risalah al-Qusyairiyah: Abu al-Qasim al-Qusyairy, Tahqiq: DR. ‘Abdul Halim Mahmud, Dar al-Ta’lif, Cetakan pertama, Tahun 1385 H/ 1966 M. 23. Al-Shufiyah wa al-Fuqara’: Ibnu Taimiyah, Tahqiq: DR. Muhammad Jamil Ghazi, Mathba’ah al-Madany, Mesir, t.t. 24. Al-Siyasah al-Syar’iyyah fi Ishlah al-Ra‘iy wa al-Ra ‘iyah: Ibnu Taimiyah, Al-Maktabah al-Tijariyyah al-Kubra, Mesir, t.t. 25. Sunan Ibnu Majah: Tahqiq: Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, Mathba’ah al-Halaby, Mesir, t.t. 26. Syadzarat al-Dzahab fi Akhbar Man Dzahab: Ibn al-‘Imad al-Hanbaly, Al-Maktabah al-Tijariyah, Beirut, t.t. 27. Syu’ab al-Iman: Abu Bakr Ahmad ibn al-Husain al-Baihaqy, Tahqiq: Muhammad al-Sayyid Zaghlul, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, Tahun 1410 H/1990 M. 28. Al-Ta’arruf li Madzahib Ahl Al-Tashawwuf: Syaikh Abu Bakr al-Kalabadzy, Dar al-Ittihad al-‘Araby, Cetakan pertama, Tahun 1389 H/1969 M. 29. Tadzkirah al-Huffazh: Al-Dzahaby, Cetakan Haidar Abad, t.t. 30. Tafsir al-Razy (al-Tafsir al-Kabir): Fakhr al-Din al-Razy, Dar Ihya’ al-Turats al-‘Araby, Beirut, t.t. 31. Al-Tashawwuf: Ibnu Taimiyah (Lih. Majmu’ al-Fatawa). 32. Al-Tashawwuf baina al-Ghazaly wa Ibn Taimiyah: DR. ‘Abd al-Fattah Muhammad Sayyid Ahmad, Dar al-Wafa’, Kairo, Cetakan pertama. 1420 H/ 2000 M. 33. Thabaqat al-Shufiyyah: Abu Abd al-Rahman al-Sulamy, Tahqiq: DR. Ahmad al-Syarbashy, Mathba’ah al-Sya’b, t.t. 34. Al-Tuhfah al-‘Iraqiyyah fi al-A’mal al-Qalbiyyah: Ibnu Taimiyah, Al-Mathba’ah al-Salafiyyah, Kairo, Tahun 1386 H. 35. Al-‘Ubudiyyah: Ibnu Taimiyah, Dar al-Ta’lif, Cetakan ketiga, Tahun 1366 H/1947 M. 36. Al-‘Uqud al-Durriyah fi Manaqib Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah: Ibnu ‘Abd al-Hady, Tahqiq: Muhammad Hamid al-Faqy, Kairo, Tahun 1357 H/1937 M. 37. Al-Wabil al-Shayyib min al-Kalim al-Thayyib: Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Tahqiq: Muhammad Basyir ‘Uyun, Maktabah Dar al-Bayan, Beirut, Cetakan kelima, 1995. ________________________________________ [1] Lih. Manhaj Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah, hal. 13-15. [2] Lih. Al-Bidayah wa al-Nihayah, 1/104, al-Durar al-Kaminah, 1/144. [3] Lih. Al-Bidayah wa al-Nihayah, 13/308, Tadzkirah al-Huffazh, 4/288. [4] Lih. Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyah, 2/288, al-Tashawwuf baina al-Ghazaly wa Ibn Taimiyah, 189-190. [5] Manhaj Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah, hal. 20. Kisah juga menjadi jawaban terhadap pandangan sebagian pemikir Islam –terutama saat membahas puisi-puisi al-Hallaj dan yang semacamnya- yang mengatakan bahwa para ulama yang mengkritisi mereka seperti Ibnu Taimiyah samasekali tidak memahami bahasa-bahasa puisi dan sastra. Tentu sangat sulit diterima akal sehat, jika Ibnu Taimiyah yang dengan cepat dapat menggubah syair ternyata tidak dapat memahami syair-syair al-Hallaj. Perlu juga diketahui, bahwa penguasaan terhadap syair sebagai bagian dari keahlian bahasa adalah hal yang umum dikuasai oleh para ulama Islam terdahulu. Ini tidak lain, karena mereka meyakini bahwa memahami al-Qur’an dan al-Sunnah tidak mungkin dilakukan kecuali dengan penguasaan bahasa yang mumpuni. Wallahu a’lam. [6] Lih. Syadzarat al-Dzahab, 6/71, al-Bidayah wa al-Nihayah, 14/132-133. [7] Lih. Da’irah al-Ma’arif al-Islamiyah, hal. 235. [8] Ibid., hal. 21 [9] Al-Wabil al-Shayyib, hal. 57. [10] Lih. Manhaj Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah, hal. 22-23. [11] Ibid., hal. 23. [12] Lih. Manhaj Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah, hal. 23. Ketika sultan meminta Ibnu Taimiyah untuk memberi fatwa untuk menghabisi kelompok Ibnu Makhluf al-Maliky, Ibnu Taimiyah malah mengatakan, “Apa jadinya kerajaan Anda jika didukung oleh para ulama itu?” [13] Lih. al-Ta’arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, hal. 25, al-Luma’, hal. 26, Al-Tashawwuf baina al-Ghazaly wa Ibn Taimiyah, hal. 200. [14] Majmu’ Fatawa, 11/60 tema al-Tashawwuf, al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, hal. 16. [15] Lih. al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, hal. 36-37. [16] Lih. al-Tashawwuf, hal. 29. al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, hal. 36. Lihat juga Falsafat dan Mistisme dalam Islam, hal. 48. [17] Ibid., hal. 69. [18] Lih. Majmu’ al-Fatawa, tema al-Suluk, 10/368. [19] Lih. al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, hal. 58. [20] Majmu’ al-Fatawa, tema al-Tashawwuf, 11/6-7. Salah kisah yang dijadikan bukti tentang hal ini oleh Ibnu Taimiyah adalah kisah kematian Abu Jubair al-A’ma. Dikisahkan oleh Shalih al-Murry, “Suatu ketika, aku membacakan ayat al-Qur’an kepada seorang ahli ibadah (maksudnya: Abu Jubair al-A’ma –pen): “Pada hari wajah-wajah mereka dibolak-balikkan di dalam neraka, mereka berkata, ‘Duhai andaikata dulu kami menaati Allah dan menaati RasulNya.” (QS. al-Ahzab: 66). Ia pun pingsan. Tidak lama kemudian ia sadar kembali, dan berkata, “Tambahlah bacaanmu, wahai Shalih!” Maka aku pun membaca: “Setiap kali mereka ingin keluar darinya (neraka), mereka pun dikembalikan ke dalamnya.”(QS. al-Sajadah: 20). Ia pun tersungkur dan meninggal dunia.” Lih. Ithaf al-Sadat al-Muttaqin, 9/255. [21] Majmu’ al-Fatawa, tema al-Tashawwuf, 11/19. [22] Al-Shufiyyah wa al-Fuqara’, hal. 26. [23] Lih. Majmu’ al-Fatawa, tema al-Tashawwuf, 11/19-20. [24] Lih. Al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, hal. 58. [25] Al-Siyasah al-Syar’iyyah, hal. 179. [26] Seperti yang disebutkan oleh Goldziher dalam al-‘Aqidah wa al-Syari’ah dan Louis Massignon dalam Da’irah al-Ma’arif al-Islamiyah terma Tasawuf, 5/273. [27] Lih. Syarh al’Aqidah al-Ishfahaniyah, hal. 128. Di sini secara khusus ia memuji pemuka-pemuka sufi seperti Al-Fudhail bin ‘Iyadh (w.187 H) dan Ma’ruf al-Karkhy. [28] al-Tuhfah al-‘Iraqiyyah, hal. 38. [29] Majmu’ al-Rasa’il al-Kubra, 2/324. Lih. juga pengakuannya yang lain dalam Majmu’ al-Fatawa, tema al-Suluk, 10/418. [30] Lih. Pengantar Syekh Husnain Makhluf terhadap Risalah al-Mustarsyidin, hal. 10. [31] Lih. Al-‘Uqud al-Durriyah, hal. 26, Majmu’ al-Fatawa, 11/75, dan Nasy’at al-Fikr al-Falsafy fi al-Islam, 3/15. [32] Majmu’ al-Fatawa, tema al-Suluk, 10/15. [33] Op.cit., 10/16. Lih. juga al-Tuhfah al-‘Iraqiyyah, hal. 16. Ibnu Taimiyah juga mengkritik dampak pembagian ahwal dan maqamat menjadi “untuk awam dan khas” yang menyebabkan munculnya sebagian kalangan sufi yang menjelaskan ahwal dan maqamat itu dengan istilah-istilah yang rumit dan membingungkan. Bahkan terkesan kerumitan dan ketidakjelasan itu menjadi hal yang disengaja untuk menunjukkan ketinggian maqam sang sufi. [34] Lih. Al-Risalah al-Qusyairiyah, hal. 77. [35] QS. Al-Baqarah: 222. [36] Al-Tuhfah al-‘Iraqiyyah, hal. 64. [37] Lih. Jami’ al-Rasa’il, hal.227. [38] HR. Muslim no. 2702. [39] Lih. Jami’ al-Rasa’il, hal. 227. [40] Lih. Al-Suluk, hal.219. [41] Lih. Al-Tashawwuf baina al-Ghazaly wa Ibn Taimiyah, hal. 221. [42] Majmu’ al-Fatawa, tema al-Suluk, 10/17. [43] Majmu’ al-Fatawa, 10/18. [44] Majmu’ al-Fatawa, tema al-Suluk, 10/21-22. [45] HR. Ibnu Majah, no. 4101, dan al-Baihaqy dalam Syu’ab al-Iman, no. 10529. [46] Lih. Majmu’ al-Fatawa, tema al-Tashawwuf, 11/28-29. [47] Lih. Majmu’ al-Fatawa, tema al-Suluk, 10/617. Dalam kesempatan yang sama, Ibnu Taimiyah juga mengkritik al-Ghazaly yang menjadikan zuhud sebagai salah satu syarat sah keislaman seseorang. Menurutnya, ini terlalu berlebihan. [48] Diantaranya misalnya maqam ridha, ‘ubudiyyah, khauf dan raja’. Lih. Majmu’ al-Fatawa 10/616, al-Tuhfah al-‘Iraqiyyah hal.58, al-‘Ubudiyyah hal. 43, dan Kitab al-Iman hal. 19. [49] Lih. Filsafat dan Mistisme Dalam Islam, hal. 54. Lihat catatan kaki sebelumnya (no. 48) dimana Ibnu Taimiyah menganggap khauf sebagai salah satu maqamat, sementara dalam literatur Tasawuf lain khauf dikategorikan sebagai salah satu ahwal. [50] Lih. Al-Tuhfah al-‘Iraqiyyah, hal. 73. [51] Ibid., hal.45. [52] Majmu’ al-Fatawa, (10/193). [53] Ibid., (10/194) [54] Majmu’ al-Fatawa, (18/315). [55] Ibid., (18/320). [56] Lih. Mukhtar al-Shihah, hal. 736-737, al-Qamus al-Muhith, 4/401, Tafsir al-Razy, 7/17, al-Islam wa al-Tashawwuf, hal. 49-50. [57] Lih. Al-Islam wa al-Tashawwuf, hal. 50. [58] Majmu’ah al-Rasa’il wa al-Masa’il, (1/50). [59] Al-Tashawwuf, hal. 76. [60] Lih. Al-Rasa’il wa al-Masa’il, (5/154). [61] Al-Mu’jizah wa Karamat al-Auliya’, hal. 39. [62] Lih. Al-Rasa’il wa al-Masa’il, 5/158, Majmu’ al-Fatawa, 11/320, al-Mu’jizah wa Karamat al-Auliya’, hal. 40. [63] Lih. Ibn Taimiyah, Hayatuhu wa ‘Ashruhu wa Ara’uhu wa Fiqhuhu, hal. 318. [64] Thabaqat al-Shufiyyah, hal. 58. [65] Mukhathabah dan mukasyafah adalah istilah yang biasa digunakan kaum sufi untuk menunjukkan jalan dan cara seorang sufi mendapatkan ilmu, baik itu melalui pendengaran yang ghaib (mukhathabah) atau mukasyafah (penyingkapan tabir yang ghaib melalui ilham). Lih. Al-Mu’jam al-Falsafy, hal. 278. [66] Al-Rasa’il wa al-Masa’il, (1/53). Prev: About Me

Senin, 30 April 2012

what for

Anak sering mengalami kekacauan dalam sikap dan berpendapat, tentu dilihat dari tata pikir dan rasio orang dewasa, sehingga secara signifikan ia tergantung pada orang dewasa. Logika dan rasional anak memang berbeda dengan rasio dan logika orang dewasa. Anak berpikir pre operasional konkrit atau operasional konkrit, sehingga ia mendasarkan berpikirnya secara konkrit atau operasi benda-benda nyata, sementara orang dewasa logika berpikirnya dapat secara formal bahkan simbolis. Sehingga wajar mereka masih tergantuing pada orang dewasa. Kondisi demikian justru suatu keberuntungan bagi anak atau boleh dikatakan sebagai sebuah proses. Anak dapat belajar untuk menjadi tergantung pada orang lain, dapat menempatkan dirinya sebagai manusia yang bergantung pada pihak lain menjadikan anak yang tidak egois. Anak ia bisa belajar bagaimana bersopan santun, bersikap, menerima pendapat orang lain. Pada posisi demikian anak dapat didorong untuk menilai kapasitasnya dalam bernalar dan mempertimbangkan segala sesuatu bahwa anak dapat membedakan kepercayaan dan pandangan mereka. Jika seorang anak menjadi terbuka dan kritis, ia tidak akan berpikir sesuatu yang salah. Kita tidak dapat selalu berpikir tentang segala hal tetapi kita selalu berpikir tentang sesuatu. Keluasan berpikir sedang memikirkan sesuatu. Berpikir kritis menjelaskan bagaimana sesuatu sedang dibicarakan. Belajar berpikir kritis secara berarti: (1) belajar bagaimana bertanya, kapan bertanya, dan apa pertanyaan yang ditanyakan, (2) belajar bagaimana menalar, ketika menggunakan penalaran, dan metode penalaran yang digunakan (Fisher, 1990). Kata penalaran disederhanakan dari bentuk kata rasio/nalar yang berarti keseimbangan. Anak dapat hanya berpikir secara kritis atau secara rasional bila dapat diterima untuk memperluas apa yang dapat dilakukan secara hati-hati untuk menguji pengalaman, mengases pengetahuan dan ide-ide, dan memperluas argument untuk meraih pertimbangan yang seimbang. Menjadi pemikir kritis juga harus consist dalam perkembangan sikap seperti keragaman dalam bernalar. Kesiapan bernalar Anak pada dasarnya memiliki kebutuhan untuk menemukan atau membuat sebuah runtutan pengertian berdasar pengalaman hidup. Mereka ingin dapat bernalar secara baik atau paling tidak ia bisa teliti tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting, tentang apa yang benar dan apa yang salah, mana yang menenuhi syarat dan mana yang tidak. Mereka ingin berpikir dengan benar dan untuk kebenaran ini mereka mengkonfirmasikan dengan pengalaman. Namun, anak adalah individu yang egosentris yang pertumbuhan pengertiannya tergantung padanya, meningkat secara perlahan dan tersembunyi sangat dalam (tak terlihat). APakah saya berpikir harus benar…. Jika belum maka orang tua yang membimbingnya untuk membenarkan aras berpikir anak itu dan ini adalah implementasi bahwa anak itu bergantung pada orang lain dalam menumbuhkan segala aspek pada diri anak itu. Mendorong anak untuk membuat dan berusaha dalam menalar, dan kita perlu mendemonstrasikan penalaran yang benar dan penalaran yang salah, tentu dalam kealamiahan. Anak boleh berbuat salah, tetapi persoalannya adalah bagaimana membenarkannya dengan cara yang elegant tanpa membuat anak jatuh, merasa bodoh, merasa tidak bisa apa-apa. Menunjukkan cara berpikir benar harus memperhatikan martabat anak sebagai individu yang memiliki harga diri. Kemauan Menantang Tanda-tanda pemikir kritis adalah kesiapan untuk menantang ide-ide orang lain. Ini berarti bahwa jika kita mengharap anak kita menjadi pemikir kritis, kita mencoba mendorong mereka untuk menerima tantangan tentang ide-ide dan cara-cara mereka berpikir. Berdiskusi, berdebat, berargumen dapat dikembangkan di lingkungan keluarga dan doronglah mereka untuk memberikan argument, alasan, latar belakang, tujuan, menunjukkan cara kerja, cara mencapai tentang apa yang disampaikan anak. Kita dorong anak mampu membuat keputusan yang didasarkan bukti dan penilaian terhadap bukti itu. Memberikan tantangan terhadap mereka menanggapi ide dan dorong membuat keputusan. Terbuka terhadap tantangan pihak ketiga. Memasukkan unsur entertain dapat dipertimbangan . Kegiatan ini seyogyata tersinergikan anatara kegiatan di rumah dan kegiatan di sekolah. Sekolah adalah rumah kedua dari siswa, maka kooperasi anatara orang tua dan guru di sekolah adalah sebuah keniscayaan. Belajar berawal dari rumah dan berkembang pesat di sekolah, demikian sebaliknya tantangan dari sekolah dan berkembang di rumah. Keterampilan Berpikir Kritis Robert Ennis bapak berpikir kritis di Amerika Utara mengidentifikasi 12 aspek dalam wujud pelatihan keterampilan, namunke duabelas aspek ini sebanrnya berkaitan. 1. Memahami arti pernyataan. Apa ini berarti? 2. Mempertimbangkan adanya ambigunitas dalam penalaran. Apakah jelas? 3. Mempertimbangkan pernyataan yang kontradiktif satu dengan yang lain. Apakah konsisten? 4. Mempertimbangkan kesimpulan yang diikuti. Apakah logis? 5. Mempertimbangkan pernyataan yang cukup spesifik. Apakah tepat? 6. Mempertimbangkan pernyataan penerapan satu prinsip. Apakah mengikuti aturan? 7. Mempertimbangkan satu pernyataan hasil observasi. Apakah akurat? 8. Mempertimbangkan kesimpulan induktif yang diperingatkan. Apakah dipertimbangkan? 9. Mempertimbangkan masalah yang telah dikenali. Apakah relevan? 10. Mempertimbangkan sesuatu sebagai asumsi. Apakah diambil untuk disetujui? 11. Mempertimbangkan definisi yang tepat. Apakah definisi yang benar? 12. Mempertimbangkan pernyatan yang diambil oleh otoritas yang diterima. Apakah benar? Selain ke 12 cara mengembangkan keterampilan berpikir kritis, Bloom yang diperbaiki oleh Anderson (2000), mengkategorikan sebuah urutan latihan berpikir kritis yang dapat dilakukan melalui sebuah runtutan berpikir. Model ini diberi nama tujuan-tujuan kognitif dalam pendidikan. Yang terbangun dalam urutan (1) mengingat atau pengetahuan, (2) memahami atau mengerti, (3) menerapkan, (4) analisis dan sintesis, (5) menilai, dan (6) membuat. Anak belajar dengan (1) berujuan memperoleh pengetahuan atau menginga, ini dapat dilakukan t dengan cara belajar: memberi nama, mengidentidikasi, mendaftar, menyebutkan. (2) belajar untuk memperoleh pemahaman dan pengertian melalui cara belajar: membedakan, menjelaskan arti dan makna, mencari persamaan, mengkontraskan, membandingkan, menafsirkan, menerjemahkan, memperkirakan, dan sebagainya. (3) belajar bertujuan agar siswa mampu menerapkan dengan cara belajar: mengubah, menerapkan, menggunakan rumus, membuat pola, meniru, dan sebagainya. (4) belajar bertujuan menganalisis dan menyimpulkan dengan cara: memnguraikan dilanjutkan menyatukan makna, membongkar komponen dilanjutkan merakitnya kembali, membedah dilanjutkan menyusun ulang, merancang dilanjut menyusun, dan sebagainya, (5) belajar bertujuan menilai dengan cara : melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing dilanjutkan memilih mana yang kelemahannya paling sedikit, membandingkan dilanjutkan menentukan mana yang terbaik dengan berbagai argument, dan sebagainya. (6) membuat dengan langkah mengetahui, memahami kerja, mencoba menganalisis, menyimpulkan, memilih, dan membuat hal yang baru, hal yang berbeda, hal yang lebih bermanfaat. Semoga kita bisa menjadi orang tua dan guru yang mendorong anak berpikir kritis, amin! Share * Laporkan * Tanggapi * Beri Nilai o Aktual o Inspiratif o Bermanfaat o Menarik KOMENTAR BERDASARKAN : * Bunda Alif 14 August 2010 22:49:40 0 suka tulisannya pak admo..bermanfaat buat sya….salam…. Suka Balas | * Y.padmono Dr. 14 August 2010 22:57:55 0 Semoga bermanfaat ibu, terima kasih sudah mampir Suka Balas | * Bunda Alif 14 August 2010 22:59:59 0 aamiin…makasih kembali pak… Suka Balas | * Reca Ence Ar 14 August 2010 23:18:16 0 Alhamdulillah ……… Catatan yang bermanfaat sekali pak Terimakasih banyak Pak Kebetulan saya mempunyai anak kecil yang dalam perkembangan salam Suka Balas | * Y.padmono Dr. 15 August 2010 03:28:29 0 Alhamdulillah andai bisa bermanfaat. Salam Suka Balas | Tulis Tanggapan Anda Guest User REGISTRASI | MASUK TEREKOMENDASI Lowongan Pekerjaan; Syarat Belum Pernah … Isk_harun Siapa Yang Menghamili Wanita Gila Itu? … Kutu Kata Diskriminasi Hukum di Pintu Masuk Batam … Taryadi Sum Persib Nasibmu Kini … Hadisang Linux Bebas Virus – Mitos atau Fakta? … Ferry Kristianto * INFO & PENGUMUMAN * KONTAK KOMPASIANA INDEX * Moderasi Foto “Sumber Google” dan Tag … * Bikin Jakarta Lebih Baik di Kanal … * Pemenang Lomba Review Film Negeri 5 … Ingin menyampaikan pertanyaan, saran atau keluhan? TERAKTUAL The Truth About Bunda Khadijah Madinah Beberapa Kompasioner di Saudi Bersubahat Ingin Menjatuhkan … Abraham Samad Mulai Ragu dengan Janjinya? Kompasiana, Panggung untuk Semua Orang! Logika Pelat Palsu Mobil Anas Urbaningrum INSPIRATIF Ketika Dokter Cantik Itu Terpaksa Berhenti Praktik Karena … Itik, Karena Peliharaan Bunda Kami Bisa Sekolah Haji Miras Elegi Mimpi Buruk Rupa, Cermin pun Dibelah, Ya, Kaya Gini Nih BERMANFAAT Hati-hati dengan Penipuan Pensiunan yang Mengatasnamakan PT … Gentle Birth, Melahirkan Secara “Primitif” yang … Kompasiana, Panggung untuk Semua Orang! Tiga Alasan Keengganan Siswa China Belajar di Indonesia Tugas Tambahan Kepada Siapa, Ya MENARIK Siapa Yang Menghamili Wanita Gila Itu? Kenapa Bukan Tantowy Yahya? Berkompasiana Dapat Apa??? (FF 100K) Mainkan Gitarmu, Ku Kan Lengkapi Syairnya Mahkamah, Kesaksian Tak Terbantah Subscribe and Follow Kompasiana:

Kamis, 12 April 2012

Fakta tentang Keputihan

Fakta tentang Keputihan
Fakta Tentang Keputihan/Pektay
Hampir setiap wanita pernah mengalaminya. Bahkan, si Upik pun, bisa keputihan. Penyebabnya amat beragam. Simak fakta-fakta penting tentang keputihan alias pektay.
Dalam keadaan normal, vagina memproduksi cairan yang berwarna bening, tidak berbau, tidak berwarna, dan jumlahnya tak berlebihan. Cairan ini berfungsi sebagai sistem perlindungan alami, mengurangi gesekan dinding vagina saat berjalan dan saat melakukan hubungan seksual.
Selain cairan, di jaringan vagina juga hidup kuman pelindung (flora doderleins). Pada keadaan normal, jumlahnya cukup dominan dengan fungsi menjaga keseimbangan ekosistem vagina. Nah, pada beberapa kondisi hormonal, keseimbangan itu terganggu. "Misalnya, saat stres, menjelang dan setelah haid, kelelahan, diabetes, saat terangsang, hamil, atau mengonsumsi obat-obat hormonal seperti pil KB," jelas ginekolog dr. Arju Anita, Sp.OG.
Gangguan hormonal ini membuat cairan vagina yang keluar sedikit berlebih. Inilah yang disebut keputihan (lekore atau flour albus). "Tapi keputihan akibat perubahan hormonal biasanya masih dalam taraf normal karena tidak ada perubahan warna, bau, atau rasa gatal," lanjutnya.
Lain hal dengan keputihan yang sifatnya abnormal yang umumnya dipicu kuman penyakit (pathogen) dan menyebabkan infeksi. Akibatnya, timbul gejala-gejala yang sangat mengganggu, seperti berubahnya warna cairan menjadi kekuningan hingga kehijauan, jumlah berlebih, bahkan bisa sampai keluar dari celana dalam, kental, lengket, berbau tidak sedap atau busuk, terasa sangat gatal atau panas, dan menimbulkan luka di daerah mulut vagina.
Jika itu yang terjadi, lebih baik konsultasi ke dokter kandungan. Dokter akan melakukan pemeriksaan laboratorium dengan cara mengambil sedikit cairan untuk diperiksa, mengandung kuman atau tidak.
1. JAMUR VS VIRUS
Keputihan bisa karena banyak hal. Benda asing, luka pada vagina, kotoran
dari lingkungan, air tak bersih, pemakaian tampon atau panty liner berkesinambungan. Semua ini potensial membawa jamur, bakteri, virus, dan parasit:
a. Jamur Candidas atau Monilia
Warnanya putih susu, kental, berbau agak keras, disertai rasa gatal pada vagina. Akibatnya, mulut vagina menjadi kemerahan dan meradang. Biasanya, kehamilan, penyakit kencing manis, pemakaian pil KB, dan rendahnya daya tahan tubuh menjadi pemicu. Bayi yang baru lahir juga bisa tertular keputihan akibat Candida karena saat persalinan tanpa sengaja menelan cairan ibunya yang menderita penyakit tersebut.
b. Parasit Trichomonas Vaginalis
Ditularkan lewat hubungan seks, perlengkapan mandi, atau bibir kloset. Cairan keputihan sangat kental, berbuih, berwarna kuning atau kehijauan dengan bau anyir. Keputihan karena parasit tidak menyebabkan gatal, tapi liang vagina nyeri bila ditekan.
c. Bakteri Gardnella
Infeksi ini menyebabkan rasa gatal dan mengganggu. Warna cairan keabuan, berair, berbuih, dan berbau amis. Beberapa jenis bakteri lain juga memicu munculnya penyakit kelamin seperti sifilis dan gonorrhoea.
d. Virus
Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan penyakit kelamin, seperti condyloma, herpes, HIV/AIDS. Condyloma ditandai tumbuhnya kutil-kutil yang sangat banyak disertai cairan berbau. Ini sering pula menjangkiti wanita hamil. Sedang virus herpes ditularkan lewat hubungan badan. Bentuknya seperti luka melepuh, terdapat di sekeliling liang vagina, mengeluarkan cairan gatal, dan terasa panas. Gejala keputihan akibat virus juga bisa menjadi faktor pemicu kanker rahim.
2. JANGAN LUPA GANTI TAMPON
Tak perlu panik jika keputihan. Umumnya, wanita memang mengalami keputihan, apalagi di Indonesia yang tingkat kelembapan udaranya tinggi. Untuk mencegahnya, simak beberapa hal berikut:
a. Selalu jaga kebersihan diri, terutama kebersihan alat kelamin. Bulu vagina (pubis) yang terlampau tebal bisa dijadikan tempat sembunyi kuman. Jadi, jangan lupa menggunting atau membersihkannya agar pemberian obat keputihan berupa salep lebih mudah menyerap.

b. Biasakan membasuh vagina dengan cara yang benar, yaitu dengan gerakan dari depan ke belakang. Cuci dengan air bersih setiap buang air dan mandi.
c. Ganti tampon atau panty liner pada waktunya. Jangan terlalu kelamaan agar bakteri tidak
mengumpul.
d. Jika keputihan masih dalam taraf ringan, coba gunakan sabun atau
larutan antiseptik khusus pembilas vagina, tapi jangan gunakan berlebihan karena hanya akan mematikan flora nor mal vagina. Jika perlu, konsultasikan dulu ke dokter.
e. Hindari terlalu sering memakai bedak talk di sekitar vagina, tisu harum, atau tisu toilet. Ini akan membuat vagina kerap teriritasi.
f. Hindari suasana vagina lembap berkepanjangan karena pemakaian celana dalam yang basah, jarang diganti, tidak menyerap keringat, atau memakai celana jins terlalu ketat.
g. Perhatikan kebersihan lingkungan. Keputihan juga bisa muncul lewat air yang tidak bersih. Jadi, bersihkan bak mandi, ember, ciduk, water torn, dan bibir kloset dengan antiseptik untuk menghindari menjamurnya kuman.

MENGAPA BANGSA YAHUDI PINTAR

MENGAPA BANGSA YAHUDI BISA SEDEMIKIAN PINTARNYA
Edited By Irsyad Danu Tirto.
Dr Stephen Carr Leon menghabiskan masa 3 tahun di Israel untuk menjalani housemanship di beberapa rumah sakit disana.
Dirinya melihat ada beberapa hal yang menarik yang dapat ditarik sebagai bahan tesisnya, yaitu, “ Mengapa Yahudi Pintar? ”
Ketika tahun kedua, akhir bulan Desember 1980, Stephen sedang menghitung hari untuk pulang ke California, terlintas di benaknya, apa sebabnya Yahudi begitu pintar?
Kenapa Tuhan memberi kelebihan kepada mereka? Apakah ini suatu kebetulan? Atau hasil usaha sendiri? ( pertanyaan yang sama dalam benak saya, kenapa setiap orang sukses tak lepas dari bangsa Yahudi lagi bangsa Yahudi lagi ! )
Maka Stephen tergerak membuat tesis untuk Phd-nya.
Dengan tekadnya yang bulat maka dimulailah pengamatannya itu.
MASA KEHAMILAN SANG IBU.
Begitu wanita Israel yang mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung anak, maka langsung sang ibu tersebut sering bernyanyi dan bermain piano dan juga membeli buku matematika.
Bermain piano dan bernyanyi bertujuan untuk mempengaruhi suasana hati bawaan si bayi tersebut ketika lahir. Dengan bernyanyi dan bermain piano,maka sang ibu akan merasakan ketenangan.
Diharapkan sang bayi akan memiliki karakter bawaan yang tenang dan berfikir matang ketika menghadapi masalah hidup nantinya.
Sedangkan mengerjakan soal matematika bertujuan untuk mengembangkan kecerdasan otak bayi yang ada dalam kandungannya.
Agar anak mereka terkahir dengan otak jenius. Dan para ibu Yahudi yang tengah mengandung, terus menerus mengerjakan soal matematika yang ada sampai tiba saat melahirkan. Kadang mereka mengerjakan bersama suaminya dan bertanya kepada saudara-saudaranya bila ada soal yang terasa sulit.
Artinya…mereka tidak melatih kecerdasan otak anak mereka dari kecil, dari balita, dari umur 3 bulan, tapi dari sejak di dalam kandungan !
Sebuah perencanaan yang dalam sekali !
CARA MAKAN :
Sejak awal mengandung dia suka sekali memakan kacang badam dan korma bersama susu. Tengah hari makanan utamanya roti dan ikan tanpa kepala (sekali lagi, tanpa kepala!) bersama salad yang dicampur dengan badam dan berbagai jenis kacang-kacangan.
Menurut wanita Yahudi itu, daging ikan sungguh baik untuk perkembangan otak dan kepala ikan mengandungi kimia yang tidak baik yang dapat merusak perkembangan dan penumbuhan otak anak didalam kandungan.
Sama seperti kebiasaan orang Jepang yang jenius juga dalam kerajinan memakan daging ikan )
Ini adalah adat orang orang Yahudi ketika mengandung. Menjadi semacam kewajiban untuk ibu yang sedang mengandung mengonsumsi pil minyak ikan.
Ketika diundang untuk makan malam bersama orang orang Yahudi. Begitu Stephen menceritakan, “Perhatian utama saya adalah menu mereka. Pada setiap undangan yang sama saya perhatikan, mereka gemar sekali memakan ikan (hanya isi atau fillet),” ungkapnya. Biasanya kalau sudah ada ikan, tidak ada daging. Ikan dan daging tidak ada bersama di satu meja. Menurut keluarga Yahudi, campuran daging dan ikan tak bagus dimakan bersama. Salad dan kacang, harus, terutama kacang badam.
Perinsip : “ kalau sudah makan ikan, tidak boleh ada daging yang dimakan bersamaan “ ternyata sama dengan perinsip makannya Rasullullah S.A.W, manusia terjarang sakit sedunia )
Mereka juga akan makan buah-buahan dahulu sebelum hidangan utama. Jangan terperanjat jika Anda diundang ke rumah Yahudi Anda akan dihidangkan buah-buahan dahulu. Menurut mereka, dengan memakan hidangan kabohidrat (nasi atau roti) dahulu kemudian buah buahan, ini akan menyebabkan kita merasa ngantuk.
Akibatnya lemah dan payah untuk memahami pelajaran di sekolah.
Ternyata makan buah dahulu baru nasi, akan menyebabkan buah busuk. Karena proses pencernaan makanan di dalam perut kita itu memakan waktu yang lama. Sehingga akan membuat buah mengalami antrian yang panjang sampai akhirnya dia keburu busuk duluan.
( Pernah membiarkan apel yang sudah terkelupas khan ? lama-lama akan kuning dan bisa membusuk khan ? itu hanya didiamkan dan terkena udara loh…bagaimana kalau dicampur olahan makanan di dalam perut kita ? Sudah pasti busuk duluan sebelum dapat diproses. Jadi istilah “makan buah setelah makan nasi” sebagai pencuci mulut itu SALAH. Makan buah sebelum makan nasilah yang benar, bukan setelah makan nasi. Percuma. )
ANAK-ANAK YAHUDI :
Perhatian Stephen selanjutnya adalah mengunjungi anak-anak Yahudi. Mereka sangat memperhatikan makanan, makanan awal adalah buah buahan bersama kacang badam, diikuti dengan menelan pil minyak ikan (code oil lever).
Kacang Badam = Kacang Almond, atau Buah Almond, mirip dengan Buah Persik dan Aprikot, hanya saja daging buahnya dibuang saat dipanen, sehingga hanya menyisakan bijinya, karena itu disebut sebagai kacang.
Dalam pengamatan Stephen, anak-anak Yahudi sungguh cerdas. Rata-rata mereka memahami tiga bahasa: Hebrew, Arab dan Inggris.
( Ternyata mempelajari sesuatu yang baru itu menyeimbangkan kedua belah otak kita. Contohnya ya seperti mempelajari bahasa yang berbeda – beda )
Sejak kecil pula mereka telah dilatih bermain piano dan biola. Ini adalah suatu kewajiban.
Menurut mereka bermain musik dan memahami not dapat meningkatkan IQ. Sudah tentu bakal menjadikan anak pintar. Ini menurut saintis Yahudi, hentakan musik dapat merangsang otak. Tak heran banyak pakar musik dari kaum Yahudi.
Musik yang mereka dengarkan ya musik yang bisa menambahkan kecerdasan otak mereka. Yaitu musik yang lagak-lagak bethoven gitu deh.
( Ternyata sesuai dengan yang dikatakan Adi W Gunawan di buku Born To BE Genius )
MASA KANAK-KANAK :
Seterusnya di kelas 1 hingga 6, anak anak Yahudi akan diajar matematika berbasis perniagaan. Pelajaran IPA sangat diutamakan. Di dalam pengamatan Stephen, “Perbandingan dengan anak anak di California, dalam tingkat IQ-nya bisa saya katakan 6 tahun kebelakang katanya. Segala pelajaran akan dengan mudah di tangkap oleh anak Yahudi. Selain dari pelajaran tadi, olahraga juga menjadi kewajiban bagi mereka.
Olahraga yang diutamakan adalah memanah, menembak dan berlari. Menurut teman Yahudi-nya Stephen, memanah dan menembak dapat melatih otak fokus. Disamping itu menembak bagian dari persiapan untuk membela negara.
Saya pernah membaca buku ( saya lupa judulnya ) yang mengatakan : kalau anak-anak yang jago dalam hal olahraga, biasanya mereka mempunyai kemampuan mengambil keputusan yang cepat, karena otak mereka terlatih bergerak cepat, terlepas dari bagus atau tidaknya prestasi mereka disekolah.
SEKOLAH TINGGI :
Di sini murid-murid digojlok dengan pelajaran sains. Mereka didorong untuk menciptakan produk. Meski proyek mereka kadangkala kelihatannya lucu dan memboroskan, tetap diteliti dengan serius.
Apalagi kalau yang diteliti itu berupa senjata, medis dan teknik. Ide itu akan dibawa ke jenjang lebih tinggi.
Satu lagi yg diberi keutamaan ialah fakultas ekonomi. Dr Stephen Carr Leon sungguh terperanjat melihat mereka begitu agresif dan seriusnya mereka belajar ekonomi.
Di akhir tahun diuniversitas, mahasiswa diharuskan mengerjakan proyek. Dam mereka harus mempraktekannya.
Anda hanya akan lulus jika tim Anda (10 pelajar setiap kumpulan) dapat keuntungan sebanyak $US 1 juta!
Anda terperanjat?
Itulah kenyataannya. Entrpreneurship dan networking digelorakan.
Oh iya…
MEROKOK BAGI MEREKA ADALAH SESUATU YANG TABU.
Bila Anda diundang makan di rumah Yahudi, jangan sekali kali merokok. Tanpa sungkan mereka akan menyuruh Anda keluar dari rumah mereka. Menyuruh Anda merokok di luar rumah mereka.
Menurut ilmuwan Israel, penelitian menunjukkan nikotin dapat merusakkan sel utama pada otak manusia dan akan melekat pada gen. Artinya, keturunan perokok bakal membawa generasi yang cacat otak ( bodoh). Suatu penemuan dari saintis gen dan DNA Israel.
Jadi merokok merupakan sesuatu yang kejam dan menjijikan bagi orang Israel ! Perbuatan terkutuk dan kejam bagi mereka mungkin. Karena bukan saja merusak gen untuk keturunannya, tapi juga merusak gen orang-orang yang ikut menghirupnya.
Hei bandingkan dengan Indonesia !!!
Di jalanan, di angkot, di mall-mall, di warteg, di kampus, bahkan di beberapa TERAS MASJID yang pernah saya kunjungi. ( Aoa coba di tempat ibadah, malah ada perusak generasi bangsa, yang namanya rokok )
Kalau mau negeri ini berubah dan anak bangsa kita cerdas-cerdas, hilangkan rokok !
Jangan menyalahkan pemerintah dulu dech… para orang miskin jangan cuma bisa menuntut pemerintah banyak melakukan korupsi dech… Rokok dulu tuh hilangin ! ( Uang rokok mendingan buat beli beras )
Jadi mahasiswa jangan belagu ikutan demo-demo dech, kalau masih gelantungan di bis sambil ngebulin asap rokok ! Apalagi kalo masih anak sekolahan ! ha.. ha.. Kalau BBM naik susahnya minta ampun, giliran harga rokok naik, malah nyantai-nyantai aja, padahal rokok itu kalau naikin juga ngak tanggung-tanggung lho, ada yang 10.000 per bungkus, bahkan lebih dari itu, ditukokne krupuk entok akeh, terus dipangan bareng konco-koncone enak mas broo.. tapi anehnya seberapapun mahalnya rokok tetep ada yang beli, dan ternyata juga mampu membelinya. Ojo nesu yoo..!!

be enjoy always

7 Tips Menikmati Hidup

1. Pikirkan pikiran-pikiran positif.
Ketika Anda menemukan diri Anda berpikir pikiran negatif, hentikan segera dengan cara apapun yang diperlukan.He he he Bila perlu, tampar wajah sendiri, berteriak sesuatu yang positif di bagian atas paru-paru sahabat atau melompat naik dan turun. Sekali lagi, ini untuk kebahagiaan dan kesuksesan sahabat.
2. Cobalah untuk fokus pada hari ini.
Masa lalu tidak akan kembali, jangan gadaikan hidup kita kepada kesalahan masa lalu. Minta ampunlah kepada Alloh. Mulailah rangkai masa depan dengan hasil yang baik hari ini. Masa lalu jadi pelajaran, masa kini adalah tindakan kebahagiaan untuk sukses di esok hari.

3. Lebih fokus lagi, hidup pada saat ini.
Bahkan 10 menit lalu adalah masa lalu. Jika sahabat senatiasa dzikir, pada saat ini sahabat akan selalu senang karena tidak ada yang salah dalam sepersekian detik.
4. Secara kontinu, kurangi keinginan.

Mereka yang memiliki banyak obsesi tentang materi haru bersiap ketika materi itu hilang dari diri mereka taua tidak tercapai. Menjadi orang yang sedikit keinginan kan membuat hiudp menjadi lebih bermakna. Bedakan antara keinginan dan tindakan positif.

5. Jaga kebugaran.

Kita boleh jadi memiliki kekayaan, tetapi tanpa badan yang bugar, itu semua tidak bisa kita nikmati. Kita hanya punya satu tubuh, jadi jangan jadi pemalas untuk rajin merawatnya.

6. Seyumlah lebih sering.

Ketika kita tersenyum, otak kita mengeluarkan serotonin, homon kebahagiaan. Senyum adalah jalan alami untuk bahagia

7. Bertafakurlah setiap malam setidaknya selama 1 jam.

Dalam dunia modern di mana semua orang sangat terhubung dengan segala sesuatu yang lain melalui ponsel, TV dan internet, orang yang paling jarang menikmati keindahan keheningan. Kemampuan untuk menenangkan pikiran dan merilekskan tubuh adalah seni dan keterampilan yang setiap orang harus berkembang. Dan Alloh menyediakan waktunya untuk kita.Cukup duduk di suatu tempat, lebih baik di alam, dan fokuslah berdzikir, membava Alquran. Biasakanlah maka anda akan mendapatkan keindahan, merasa sangat jernih dan tumbuh. Satu-satunya cara untuk benar-benar memahami tips ini adalah dengan mencobanya. Mari membangun surga hari ini !

KONSEP ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME DAN IMPLIKASINYA TERHADAP DISIPLIN

KONSEP ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME DAN IMPLIKASINYA TERHADAP DISIPLIN

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah “FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM”



Disusun oleh :

IRSYADUL ALBAAB (210310186)


Jurusan : Tarbiyah
Prodi : PAI
TB – F

Dosen Pengampu :
DR. M. MIFTAHUL ULUM, M.Ag.

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PONOROGO
2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kedudukan filsafat dalam pendidikan adalah suatu hal yang sangat asasi sekaligus strategis. Asasi, karena filsafat merupakan suatu dasar atau landasan dalam pembentukan ide atau asumsi-asumsi dasar dalam menentukan, persepsi dasar, prinsip dan tujuan asasi pendidikan. Stategis, karena dengan filsafat tersebut akan sangat ditentukan terhadap arah, warna sekaligus corak dari pendidikan yang akan dilaksanakan. Tanpa asas atau landasan filsafat, pendidikan akan rapuh, goyah dan tidak jelas arah dan tujuannya.
Ada banyak corak dan ragam filsafat yang dapat mendasari pendidikan dengan berbagai ide, gagasan dan kritiknya. Salah satu filsafat tersebut diantaranya adalah filsafat perenial atau perenialisme. Filsafat ini, walaupun secara umum pada awalnya tidak berkaitan dengan kontesk kedisiplinan secara khusus, namun kemudian pada tahap perkembangan selanjutnya, perenialisme banyak dan senantiasa dihubungkan dengan kedisiplinan.
Makalah ini, secara umum akan membahas tentang implikasi perenialsme terhadap disiplin. Dalam penyajian awal penulis mengemukakan pengertian konsep dasar dan pandangan umum perenialsme, dan selanjutnya adalah pendangan tentang disiplin yang menyoroti tentang tujuan dan prinsip kedisplinan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Pengertian Perenialisme?
2. Siapakah Tokoh-Tokoh Perenialisme?
3. Apa Implikasi Aliran Filsafat Perenialisme Terhadap Disiplin?


1. PERENIALISME
Perenialisme berasal dari kata perenial, yang dalam oxford advanced learner`s dictionary of current english diartikan sebagai ”continuiting throughout the whole year” atau ”lasting for a very long time” – ”kekal atau abadi” dan dapat pula berarti pula ”terus tiada akhir” dengan demikian esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat kekal abadi.
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluur yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keadaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme rnemandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Aliran ini lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Keadaan sekarang adalah zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan kesimpangsiuran. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler.
Berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk mengamankan lapangan moral, intelektual dan lingkungan sosial kultural yang lain. Perenialisme mengambil jalan regresif, yakni kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan zaman Kuno dan Abad Pertengahan. Yakni kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai pengetahuan, realita dan nilai dari zaman-zaman tersebut.
a. Ontologi Perenialsime:
1). Asas Teleologi
Perenialisme dalam bidang ontologi berasas pada teleologi yakni memandang bahwa realita sebagai subtansi selalu cenderung bergerak atau berkembang dari potensialitas menuju aktualitas (teleologi). Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah potensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas. Di samping asas teleologi, juga asas supernatural bahwa tujuan akhir bersifat supernatural, bahkan ia adalah Tuhan sendiri. Manusia tak mungkin menyadari asas teleologis itu tanpa iman dan dogma. Segala yang ada di alam ini terdiri dari materi dan bentuk atau badan dan jiwa yang disebut dengan substansi, bila dihubungan dengan manusia maka manusia itu adalah potensialitas yang di dalam hidupnya tidak jarang dikuasai oleh sifat eksistensi keduniaan, tidak jarang pula dimilikinya akal, perasaan dan kemauannya semua ini dapat diatasi. Maka dengan suasana ini manusia dapat bergerak untuk menuju tujuan (teleologis) dalam hal ini untuk mendekatkan diri pada supernatural (Tuhan) yang merupakan pencipta manusia itu dan merupakan tujuan akhir.
2). Individual thing, essence, accident and substance
Perenialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya menurut istilah diatas. Penganut ajaran Aristatoles biasanya mengerti dari sesuatu dari yang kongkrit, yang khusus sebagai individual thing yang kita amati di mana-mana, seperti baru, rumput, dan aktivitas tertentu. Tetapi eksistensi realita tersebut tetap mengandung sifat asasi sebagai identitasnya, yakni essence (esensi) sebagai wujud realita itu. Dalam suatu individual thing terdapat suatu accident (hal-hal kebetulan), dan keseluruhan individual thing yang mempunyai esensi dan accident yang terbentuk atas unsur-unsur jasmaniah dan rohaniah dengan segala kepribadiannya inilah sebagai realita substance atau disebut juga hylomorphisme.
3). Asas supernatul
Paham perenialisme memandang bahwa tujuan akhir atau supremend dari substansi dunia adalah supernatul, bahkan ia Tuhan sendiri. Namun Tuhan sebagai sprit murni, sebagai aktualisasi murni hanya dapat dipahami melalui iaman (faith). Seluruh realita teleologis hanya dapat dipahami dengan iman dan biasanya bersifat dogmatis-doktriner.
b. Epistemologi Perenialisme:
Dalam bidang epistemologi, perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian antara pikir dengan benda-benda. Benda-benda yang dimaksudkan ialah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian. Menurut perenialisme, filsafat yang tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab science sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif yang bersifat analisis empiris kebenarannya terbatas, relativ atau kebenaran probabiliti. Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat anological analysis, kebenaran yang dihasilkannya bersifat self evidence universal, hakiki dan berjalan dengan hukum-hukum berpikir sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa kesimpulannya bersifat mutlak asasi.
c. Aksiologi Perenialisme:
Dalam bidang aksiologi, perenialisme memandang masalah nilai berdasarkan prinsip-prisinsip supernatural, yakni menerima universal yang abadi. Khususnya dalam tingkah laku manusia, maka manusia sebagai subjek telah memiliki potensi-potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping itu ada pula kecenderungan-kecenderungan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak baik. Tindakan manusia yang baik adalah persesuaian dengan sifat rasional (pikiran) manusia. Kebaikan yang teringgi ialah mendekatkan diri pada Tuhan sesudah tingkatan ini baru kehidupan berpikir rasional.
Beberapa prinsip pendidikan perenialisme secara umum, yaitu:
1. Menghendaki pendidikan kembali kepada jiwa yang menguasai Abad Pertengahan, karena jiwa pada Abad Pertengahan telah merupakan jiwa yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti adanya tata kehidupan yang telah dapat menemukan adanya prinsip-prinsip pertama yang mempunyai peranan sebagai dasar pegangan intelektual manusia dan yang dapat menjadi sarana untuk menemukan evidensi-evidensi diri sendiri (Imam Barnadib, 2002). Tujuan pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebijakan dan kebajikan.
2. Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia harus menggunakannya untuk mengarahkan sifat bawaannya, sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan yang kebenarannya pasti, dan abadi. Kurikulum diorganisir dan ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa, dan ditujukan untuk melatih aktivitas akal, untuk mengembangkan akal. Yang dipentingkan dalam kurikulum adalah mata pelajaran general education yang meliputi bahasa, sejarah, matematika, IPA, filsafat dan seni dan 3 R’S (membaca, menulis, berhitung). Mata-mata pelajaran tersebut merupakan esensi dari general education.
3. Siawa seharusnya mempelajari karya-karya besar literature yang menyangkut sejarah, filsafat, seni, begitu juga dalam literature yang berhubungan dengan kehidupan social, terutama politik dan ekonomi. Dalam literature-literatur tersebut manusia sepanjang masa telah melahirkan hasil yang maha besar.

2. TOKOH-TOKOH PERENIALISME
1. Plato
Plato (427 – 347 SM) hidup pada zaman kebudayaan yang syarat denganketidakpastian, yaitu sedang berkembangnya filsafat sofisme. Ukuran kebenarandan ukuran moral menurut sofisme adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada kepastian dalam kebenaran,tergantung pada masing-masing individu. Bahaya perang dan kejahatan mengancam bangsa Athena. Siapa yang bisa memperoleh kebenaran secara retorik, maka dialah yang benar. Plato ingin membangun dan membina tata kehidupan dunia yang ideal, di atas tata kebudayaan yang tertib dan sejahtera,membina cara yang menuju kepada kebaikan.Dalam pandangan Plato, bahwa realitas yang hakiki itu tetap, tidak berubah. Realitas atau kenyataan itu telah ada pada diri manusia sejak dariasalnya yang berasal dari realitas yang hakiki. Dunia idea bersumber dari idemutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir, yang semuanya bersumber dari idea yang mutlak tadi. Manusia tidak menciptakan kebenaran, pengetahuan dan nilai moral, melainkan bagaimana menemukan semuanya itu. Dengan menggunakan akal dan rasio, semuanya itudapat ditemukan kembali oleh manusia.
2. Aristoteles
Aristoteles (384 – 322 SM), adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya yaitu idealisme. Cara berpikir Aristoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang menekankan berpikir rasional spekulatif. Aristoteles menggunakan cara berpikir rasional empiris realistis. Cara berpikir ini kemudian disebut filsafat Realisme.Meski hidup pada abad sebelum masehi, namun Aristoteles dinayatkansebagai pemikir abad pertengahan. Karya-karya Aristoteles merupakan dasar berpikir abad pertengahan yang melahirkan renaissance. Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya beradadalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani manusia sadar, ia akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal,manusia sempurna. Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat mencapainya. Ia menganggap penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral. Aristoteles juga menganggap kebahagiaan sebagai tujuandari pendidikan yang baik. Ia mengembangkan individu secara bulat, totalitas.Aspek-aspek jasmaniah, emosi, dan intelek sama dikembangkan, walaupun ia mengakui bahwa kebahagiaan tertinggi ialah kehidupan berpikiran.

3. Thomas Aquinas
Tomas Aquinas mencoba mempertemukan suatu pertentangan yang muncul pada waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan ajaran filsafat Aristoteles. Menurutnya di antara keduanya sebenarnya tidak terdapat perbedaan, keduanya bisa berjalan secara beriringan dalam lapangannya masing-masing. Pandangannya tentang realitas, ia mengamukakan bahwa segala sesuatu yang ada, adanya itu karena diciptakan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya.Ia mempertahankan bahwa Tuhan bebas menciptakan dunia. Ia tidak setuju tentang teori emanasi dalam penciptaan alam sebagaimana dikemuakan oleh Neopaltonisme. Tomas Aquinas menekankan dua hal dalam pemikiran tentang realitas, yaitu :
a) dunia tidak diadakan semacam bahan dasar.
b) penciptaan tidak terbatas pada satu saja
Dalam masalah pengetahuan, Aquinas mengemukakan bahwa pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan antara dunia luar dan / oleh akal budi, yang kemudian menjadi pengetahuan. Sumber pengetahuan selain bersumber dari akal budi, juga berasal dari wahyu Tuhan. Disinilah dia menggabungkan pemikiran filsafat idealisme dan realisme dengan diktrin-doktrin Gereja), sehingga filsafat Aqinas disebut filsafat tomisme.
Dalam konteks pendidikan, dia menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha dalam menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu. Seorang guru bertugas untuk menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata.

3. IMPLIKASI ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME TERHADAP DISIPLIN

Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah mental disiplin sebagai teori dasar penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berfikir (mental dicipline) adalah salah satu kewajiban dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berfikir.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau.
Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
1. Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar.
2. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya¬-karya tokoh tersebut untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya-karya buahpikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli terse¬but dalam bidangnya masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat pereni¬alisme tersebut. 
Contoh gambaran tentang implikasi aliran filsafat perenialisme pendidikan sterhadap disiplin:


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Aliran Perenialisme dianggap sebagai “regresive road to culture” yakni jalan kembali ke kebudayaan masa lampau. Pandangan Perenialisme mengenai belajar dengan mendasarkan pada teori belajar, Mental disiplin sebagai teori dasar, rasionalitas dan asas kemerdekaan, belajar untuk berpikir serta belajar sebagai persiapan hidup. Perenialisme juga memiliki formula mengenai jenjang pendidikan beserta kurikulum, yaitu pendidikan dasar dan (sekolah) menengah, pendidikan tinggi dan adult education.
Perenialisme merupakan filsafat yang sangat tua usianya yang menekankan pada nilai keabadian dan mengarah apa tujuan kesempurnaan hidup. Nilai-nilai filsafat perennial bersifat abadi dan universal dapat diterapkan dalam berbagai kontek kehidupan, social, politik, budaya dan juga pendidikan. Dalam konteks pendidikan. Filsafat perenialisme sangat diperlukan untuk menjaga dan sebagai konservasi terhadap nilai-nilai luhur manusia dalam kehidupan.
Dalam kehidupan ini diperlukan suatu kebudayaan ideal yang teruji dan tangguh, sebagai basisi nilai kehidupan. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia dari kondisi yang carut marut secara moral dan budaya tersebut kearah terbentuknya dan terlestarikanya kebudayaan ideal. Sebagai sebuah idea tau gagasan filsafat tentunya perenialisme tidaklah sempurna dan tetap terdapat kekurangan, apalagi jika dikaitkan dengan konteks kehidupan yang sangat luas ini. Namun sebagai sebuah ide gagasan tentunya ihktiar sekecil apapun dalam menuju kebaikan dan kesejatian adalah suatu kemuliaan


DAFTAR PUSTAKA

`As`di Basuki, Ulum Miftahul, pengantar filsafat pendidikan (ponorogo: STAIN PO PRESS, 2010) hal. 17.

Zuhairi, filsafat pendidikan islam (PT Bumi Aksara: Jakarta 2008) hal. 28.
Uyoh sadullah, pengantar filsafat pendidikan (CV Alfabeta Bumi Aksara: Jakarta 2008) hal. 28
Imam Barnabid, filsafat pendidikan (Andi offset: Jogjakarta 1997) hal.60.
http://maragustamsiregar.wordpress.com/2011/03/28/aliran-filsafat-pendidikan-perenialisme/diakses pada tanggal 10 april 2012 jam 20:35.
http://sugiyarti-unindra-bio2a.blogspot.com/2008/06/definisi-perenialismeessensialismeprogr.html. diakses pada tanggal 11 april jam 4:00
http://www.scribd.com/doc/48345036/filsafat-perennialsime-dalam-pendidikan-makalah-tugas, diakses tanggal 7 april 2012, jam 9:12.
http://nurulsyaefitri-uin-pbin-2b.blogspot.com/2008/05/1-filsafat-perenialisme.html.diakses pada tanggal 7 april jam 21:35